Kamis, 29 November 2012 - 0 komentar

Pengertian Bendera Pusaka

Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih adalah sebutan bagi bendera Indonesia yang pertama. Bendera Pusaka dibuat oleh Ibu Fatmawati, istri presiden Soekarno. Bendera Pusaka pertama kali dinaikkan pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Walaupun seharusnya Bendera Pusaka disimpan di Monas, Bendera Pusaka masih disimpan di Istana Negara.
- 0 komentar

Pengertian Paskibraka

Paskibraka adalah singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka dengan tugas utamanya mengibarkan duplikat bendera pusaka dalam upacara peringatan proklamasi kemerdekaan Indonesia di 3 tempat, yakni tingkat Kabupaten/Kota (Kantor Bupati/Walikota), Provinsi (Kantor Gubernur), dan Nasional (Istana Negara). Anggotanya berasal dari pelajar SLTA Sederajat kelas 1 ATAU 2. Penyeleksian anggotanya biasanya dilakukan sekitar bulan April untuk persiapan pengibaran pada 17 Agustus
- 0 komentar

Arti Dan Simbiolisme Bendera Pusaka

Bendara Pusaka terdiri dari dua warna, merah di atas dan putih di bawah dengan ratio 2:3. Warna merah melambangkan keberanian, sementara warna putih melambangkan kesucian. Namun, juga terdapat arti lain, salah satunya adalah merah melambangkan gula aren dan putih melambangkan nasi, keduanya adalah bahan yang penting dalam masakan Indonesia.
- 0 komentar

Sejarah Paskibraka

Sejarah Paskibraka, latar belakang hingga Terbentuknya


Sejarah paskibraka merupakan salah satu bagian sejarah yang mungkin tak semua orang mengetahui. Paskibraka yang memiliki tugas utama mengibarkan bendera Pusaka pada upacara detik-detik Proklamasi 17 Agustus ternyata memiliki sejarah panjang dalam pembentukannya, mengiringi perjalanan panjang bendera pusaka asli (yang di jahit tangan oleh ibu fatmawati) hingga ketika bendera pusaka asli tidak lagi dikibarkan dan diganti dengan duplikat pusaka.
Paskibraka pada awal pembentukannya bernama Pasukan Pengerek Bendera Pusaka yang untuk kemudian di ganti dengan nama Paskibraka yang di panjangkan dengan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. bagaimana Sejarah Paskibraka. latar belakang hingga terbentuknya, mari bersama kita ulas bersama-sama.

1. Bendera Pusaka dan Usaha Penyelamatannya.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada hari Jum’at tanggal 17 Agustus 1945 jam 10 pagi di jalan Pegangsaan timur 56 Jakarta. Setelah pernyataan Kemerdekaan Indonesia untuk pertama kalinya secara resmi bendera kebangsaan merah putih dikibarkan dan dipimpin oleh Bapak Latief Hendraningrat. dan di bantu oleh Suhud dari barisan pelopor. Bendera ini dijahit tangan oleh ibu Fatmawati Soekarno dan bendera ini pula yang kemudian disebut “Bendera Pusaka”.
Bendera Pusaka berkibar siang malam ditengah hujan tembakan sampai ibukota Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta.
Pada tanggal 4 Januari 1946 karena ada aksi terror yang dilakukan Belanda semakin meningkat, maka Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dengan menggunakan kereta api meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta.
Bendera Pusaka dibawa ke Yogyakarta dan dimasukkan dalam kopor pribadi Presiden Soekarno. Selanjutnya ibukota Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta.

Tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresinya yang kedua. Pada saat Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta dikepung oleh Belanda, Bapak Husein Mutahar dipanggil oleh Presiden Soekarno dan ditugaskan untuk menyelamatkan Bendera Pusaka. Penyelamatan Bendera Pusaka ini merupakan salah satu bagian dari sejarah untuk menegakkan berkibarnya Sang Merah Putih di persada bumi Indonesia. Untuk menyelamatkan Bendera Pusaka itu, terpaksa Bapak Hussein Mutahar harus memisahkan antara bagian merah dan putihnya.
Untuk mengetahui saat-saat penyelamatan Bendera Pusaka, maka terjadi percakapan yang merupakan perjanjian pribadi antara Presiden Soekarno dan Bapak Hussein Mutahar yang terdapat dalam Buku Bung Karno “Penyambung Lidah rakyat Indonesia” karya Cindy Adams:
“Tindakanku yang terakhir adalah memanggil Mutahar ke kamarku (Presiden Soekarno, Pen).” Apa yang terjadi terhadap diriku, aku sendiri tidak tahu,” kataku ringkas. Dengan ini aku memberikan tugas kepadamu pribadi. Dalam keadaan apapun juga, aku memerintahkan kepadamu untuk menjaga Bendera kita dengan nyawamu. Ini tidak boleh jatuh ke tangan musuh. Disatu waktu, jika Tuhan mengizinkannya engkau mengembalikannya kepadaku sendiri dan tidak kepada siapapun kecuali kepada orang yang menggantikanku sekiranya umurku pendek. Andaikata engkau gugur dalam menyelamatkan Bendera ini, percayakan tugasmu kepada orang lain dan dia harus menyerahkan ke tanganku sendiri sebagaimana engkau mengerjakannya. Mutahar terdiam. Ia memejamkan matanya dan berdoa. Disekeliling kami bom berjatuhan. Tentara Belanda terus mengalir melalui setiap jalanan kota. Tanggung jawabnya sungguh berat. Akhirnya ia memecahkan kesulitan ini dengan mencabut benang jahitan yang memisahkan kedua belahan dari bendera itu.
Akhirnya dengan bantuan Ibu Perna Dinata benang jahitan antara Bendera Pusaka yang telah dijahit tangan Ibu Fatmawati Soekarno berhasil dipisahkan. Setelah Bendera Pusaka dipisahkan menjadi dua maka masing-masing bagian yaitu merah dan putih dimasukkan pada dasar dua tas milik Bapak Hussein Mutahar, selanjutnya pada kedua tas tersebut dimasukkan seluruh pakaian dan kelengkapan miliknya. Bendera Pusaka ini dipisah menjadi dua karena Bapak Hussein Mutahar mempunyai pemikiran bahwa apabila
Bendera Pusaka ini dipisah maka tidak dapat disebut bendera, karena hanya berupa dua carik kain merah dan putih. Hal ini untuk menghindari penyitaan dari pihak Belanda.
Setelah Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta ditangkap dan diasingkan, Kemudian Bapak Hussein Mutahar dan beberapa staf Keprisidenan juga ditangkap dan diangkut dengan pesawat dakota. Ternyata mereka di bawa ke Semarang dan di tahan di sana. Pada saat menjadi tahanan kota, Bapak Hussein Mutahar berhasil melarikan diri dengan naik kapal laut menuju Jakarta.
Di Jakarta beliau menginap di rumah Bapak R. Said Soekanto Tjokroaminoto (Kapolri I). Beliau selalu mencari informasi bagaimana caranya agar ia dapat segera menyerahkan Bendera Pusaka kepada Presiden Soekarno.
Sekitar pertengahan bulan Juli 1948, pada pagi hari Bapak Hussein Mutahar menerima pemberitahuan dari Bapak Sudjono yang tinggal di Oranje Boulevard (sekarang Jl. Diponegoro) Jakarta, isi pemberitahuan itu adalah bahwa surat pribadi dari Presiden Soekarno yang ditujukan kepada Bapak Hussein Mutahar. Pada sore harinya surat itu diambil beliau dan ternyata benar berasal dari Presiden Soekarno pribadi yang isinya adalah perintah Presiden Soekarno kepada Bapak Hussein Mutahar supaya menyerahkan Bendera Pusaka yang dibawanya kepada Bapak Sudjono, selanjutnya agar Bendera Pusaka tersebut dapat dibawa dan diserahkan kepada Presiden Soekarno di Bangka (Muntok).
Presiden Soekarno tidak memerintahkan Bapak Hussein Mutahar datang ke Bangka untuk menyerahkan sendiri Bendera Pusaka langsung kepada beliau (Presiden Soekarno), tetapi menjadi kerahasiaan perjalanan Bendera Bangka.
Sebab orang-orang Republik Indonesia dari Jakarta yang tidak diperbolehkan mengunjungi ketempat pengasingan Presiden pada waktu itu hanyalah warga-warga Delegasi Republik Indonesia, antara lain : Bapak Sudjono, sedangkan bapak Hussein Mutahar bukan sebagai warga Delegasi Republik Indonesia.
Setelah mengetahui tanggal keberangkatan Bapak Sudjono ke Bangka, maka dengan meminjam mesin jahit milik seorang istri dokter. Bendera Pusaka yang terpisah menjadi dua dijahit kembali oleh Bapak Hussein Mutahar persis lubang bekas jahitan aslinya. Tetapi sekitar 2 cm dari ujung bendera ada kesalahan jahit. Selanjutnya Bendera Pusaka ini dibungkus dengan kertas koran dan diserahkan kepada Presiden Soekarno.
Sebagai penghargaan atas jasa menyelamatkan Bendera Pusaka yang dilakukan oleh Bapak Hussein Mutahar, Pemerintah Republik Indonesia telah menganugerahkan Bintang Mahaputera pada tahun 1961 yang disematkan oleh Presiden Soekarno.

2. Pengibaran Bendera Merah Putih di Gedung Agung Yogyakarta
Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke II, Presiden Soekarno memanggil salah seorang ajudan beliau, yaitu Bapak Mayor (L) Hussein Mutahar dan memberi tugas untuk mempersiapkan dan memimpin ucapara peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1946 di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.
Ketika sedang berpikir keras menyu-sun acara demi acara, seberkas ilham berkelebat di benak Mutahar. Persatuan dan kesatuan bangsa, wajib tetap dilestarikan kepada generasi penerus yang akan menggantikan para pemimpin saat itu. "Simbol-simbol apa yang bisa digunakan?" pikirnya.
Pilihannya lalu jatuh pada pengibaran bendera pusaka. Mutahar berpikir, pengibaran lambang negara itu sebaiknya dilakukan oleh para pemuda Indonesia. Secepatnya, ia menunjuk lima pemuda yang terdiri dari tiga putri dan dua putra. Lima orang itu, dalam pemikiran Mutahar, adalah simbol Pancasila.
Salah seorang pengibar bendera pusaka 17 Agustus 1946 itu adalah Titik Dewi Atmono Suryo, pelajar SMA asal Sumatera Barat yang saat itu sedang menuntut ilmu dan tinggal di Yogyakarta. Sampai peringatan HUT Kemerdekaan ke-4 pada 17 Agustus 1948, pengibaran oleh lima pemuda dari berbagai daerah yang ada di Yogyakarta itu tetap dilaksanakan.

Pada tanggal 6 juni 1949, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta beserta beberapa pemimpin Republik Indonesia lainnya, tiba kembali ke Yogyakarta dari Bangka, dengan membawa serta Bendera Pusaka. Pada tanggal 17 Agustus 1949, Bendera Pusaka kembali dikibarkan pada upacara peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia didepan Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.
Tanggal 27 Desember 1949 Presiden Soekarno dilakukan penandatangan naskah pengakuan kedaulatan di negeri Belanda dan menyerahkan kekuasaan di Jakarta.sedang di Yogyakarta dilakukan penyerahan kedaulatan dari Republik Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat.
Tanggal 28 Desember 1949 Presiden Soekarno kembali ke Jakarta untuk memangku jabaan sebagai Presiden Republilk Indonesia Serikat.
Setelah empat tahun di tinggalkan, Jakarta kembali menjadi ibukota Republik Indonesia. Pada hari itu Bendera Pusaka Sang Merah Putih juga di bawa ke Jakarta.
Untuk pertama kalinya hari proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, tanggal 17 Agustus1950 diselenggarakan di Istana Merdeka Jakarta.
Bendera Pusaka Merah Putih berkibar dengan megahnya di tiang tujuh belas dan disambut dengan penuh kegembiraan oleh seluruh bangsa indonesia.
Regu-regu pengibar dari tahun 1956 – 1966 dibentuk dan diatur oleh Rumah Tangga Kepresidenan.

3. Bedirinya Direktorat Jenderal Urusan Pemuda dan Pramuka ( DITJEN UDAKA ) dan Diadakan Latihan Pandu Indonesia ber-Pancasila.
Mutahar tidak lagi menangani pengibaran bendera pusaka sejak ibukota negara dipindahkan dari Yogyakarta. Upacara Peringatan Proklamasi Kemerdekaan diadakan di Istana Merdeka Jakarta sejak 1950 sampai 1966. Ia pun seakan hilang bersama impiannya. Na-mun, ia mendapat "kado ulang tahun ke-49" pada tanggal 5 Agustus 1966, ketika ditunjuk menjadi Direktur Jenderal Urusan Pemuda dan Pramuka (Dirjen Udaka) di Departemen Pendidikan & Kebudayaan (P&K). Saat itulah, ia kembali teringat pada gagasannya tahun 1946.

Setelah berpindah-pindah tempat ker-ja dari Stadion Utama Senayan ke eks gedung Departemen PTIP di Jalan Pe-gangsaan Barat, Ditjen Udaka akhirnya menempati gedung eks Departemen Te-naga Kerja dan Transmigrasi (Naker-trans) Jalan Merdeka Timur 14 Jakarta. Tepatnya, di depan Stasiun Kereta Api Gambir.

Dari sana, Mutahar dan jajaran Udaka kemudian mewujudkan cikal bakal latihan kepemudaan yang kemudian diberi nama "Latihan Pandu Ibu Indonesia BerPancasila". Latihan itu sempat diujicoba dua kali, tahun 1966 dan 1967. Kurikulum ujicoba "Pasukan Penggerek Bendera Pusaka" dimasukkan dalam latihan itu pada tahun 1967 dengan peserta dari Pramuka Penegak dari beberapa gugus depan yang ada di DKI Jakarta.

Latihan itu mempunyai kekhasan, teru-tama pada metode pendidikan dan pelatihannya yang menggunakan pen-dekatan sistem "Keluarga Bahagia" dan diterapkan secara nyata dalam konsep "Desa Bahagia". Di desa itu, para peserta latihan (warga desa) diajak berperan serta dalam menghayati kehidupan sehari-hari yang menggambarkan peng-hayatan dan pengamalan Pancasila.

Saat Ditjen Udaka difusikan dengan Ditjen Depora menjadi Ditjen Olahraga dan Pemuda, lalu berubah lagi menjadi Ditjen Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga (Diklusepora), salah satu direktorat di bawahnya adalah Direktorat Pembinaan Generasi Muda (PGM). Direktorat inilah yang kemudian meneruskan latihan dengan lembaga penyelenggara diberi nama "Gladian Sentra Nasional".


4. Pecobaan Pembentukan Pengerek Bendera Pusaka tahun 1967 dan Pasukan Pertama tahun 1968

Tahun 1967, Husain Mutahar kembali dipanggil Presiden Soeharto untuk dimintai pendapat dan menangani masalah pengibaran bendera pusaka. Ajakan itu, bagi Mutahar seperti "mendapat durian runtuh" karena berarti ia bisa melanjutkan gagasannya membentuk pasukan yang terdiri dari para pemuda dari seluruh Indonesia.

Mutahar lalu menyusun ulang dan mengembangkan formasi pengibaran dengan membagi pasukan menjadi tiga kelompok, yakni Kelompok 17 (Pengiring/ Pemandu), Kelompok 8 (Pembawa/Inti) dan Kelompok 45 (Pengawal). Formasi ini merupakan simbol dari tanggal Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Republik Indonesia 17 Agustus 1945 (17-8-45).

Mutahar berpikir keras dan mencoba mensimulasikan keberadaan pemuda utusan daerah dalam gagasannya, karena dihadapkan pada kenyataan saat itu bahwa belum mungkin untuk mendatangkan mereka ke Jakarta. Akhirnya diperoleh jalan keluar dengan melibatkan putra-putri daerah yang ada di Jakarta dan menjadi anggota Pandu/Pramuka untuk melaksanakan tugas pengibaran bendera pusaka.

Semula, Mutahar berencana untuk mengisi personil kelompok 45 (Pengawal) dengan para taruna Akademi Ang-katan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) sebagai wakil generasi muda ABRI. Tapi sayang, waktu liburan perkuliahan yang tidak tepat dan masalah transportasi dari Magelang ke Jakarta menjadi kendala, sehingga sulit terwujud.

Usul lain untuk menggunakan anggota Pasukan Khusus ABRI seperti RPKAD (sekarang Kopassus), PGT (sekarang Paskhas), Marinir dan Brimob, juga tidak mudah dalam koordinasinya. Akhirnya, diambil jalan yang paling mudah yaitu dengan merekrut anggota Pasukan Pengawal Presiden (Paswalpres), atau sekarang Paspampres, yang bisa segera dikerahkan, apalagi sehari-hari mereka memang bertugas di lingkungan Istana.

Pada tanggal 17 Agustus 1968, apa yang tersirat dalam benak Husain Mutahar akhirnya menjadi kenyataan. Setelah tahun sebelumnya diadakan ujicoba, maka pada tahun 1968 dida-tangkanlah pada pemuda utusan daerah dari seluruh Indonesia untuk mengibar-kan bendera pusaka.

Selama enam tahun, 1967-1972, bendera pusaka dikibarkan oleh para pemuda utusan daerah dengan sebutan "Pasukan Penggerek Bendera". Pada tahun 1973, Drs Idik Sulaeman yang menjabat Kepala Dinas Pengembangan dan Latihan di Departemen Pendidikan dan Kebu-dayaan (P&K) dan membantu Husain Mutahar dalam pembinaan latihan me-lontarkan suatu gagasan baru tentang nama pasukan pengibar bendera pusaka.

Pada tanggal 17 Agustus 1968, petugas Bendera Pusaka adalah para pemuda utusan propinsi. Tetapi propinsi – propinsi belum seluruhnya mengirimkan utusan, sehingga masih harus ditambah oleh ex-anggota pasukan tahun 1967.

Tahun 1969 karena Bendera Pusaka kondisinya sudah terlalu tua sehingga tidak mungkin lagi untuk dikibarkan, maka dibuatlah duplikat Bendera Pusaka. Untuk di kibarkan di tiang 17 meter Istana Merdeka, telah tersedia bendera merah putih dari bahan bendera ( wool ) yang dijahit 3 potong memanjang kain merah dan 3 potong memanjang kain putih kekuning-kuningan.
Bendera Merah Putih duplikat Bendera Pusaka yang akan dibagikan ke daerah idealnya terbuat dari sutera alam dan alat tenun asli Indonesia, yang warna merah dan putih langsung ditenun menjadi satu tanpa di hubungkan dengan jahitan dan warna merahnya cat celup asli Indonesia.
Pembuatan duplikat Bendera Pusaka ini dilaksanakan oleh badan Penelitian Tekstil Bandung dengan dibantu oleh PT. Ratna di Ciawi Bogor. Dalam praktek pembuatan duplikat Bendera Pusaka, sukar untuk memenuhi syarat yang ditentukan Bapak Hussein Mutahar, karena cat asli Indonesia tidak memiliki warna merah bendera standar dan pembuatan dengan alat tenun bukan mesin akan lama.
Tanggal 5 Agustus 1969 di istana Negara Jakarta berlangsung upacara penyerahan duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan reproduksi naskah Proklamasi oleh Presiden Soeharto kepada Gubernur/ Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia. Hal ini dapat dimaksudkan agar diseluruh Ibukota Propinsi/daerah Tingkat I dapat dikibarkan duplikat Bendera Pusaka dan diadakan pembacaan Naskah Proklamasi 17 Agustus di Istana Merdeka Jakarta. Selanjutnya duplikat Bendera Pusaka dan reprroduksi Naskah Proklamasi diserahkan kepada daerah tingkat II/kabupaten dan perwakilan-perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Bendera duplikat (yang dibuat dari 6 carik kain) mulai dikibarkan menggantikan Bendera Pusaka pada peringatan hari UlangTahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1969 di Istana
Merdeka Jakarta, sedangkan Bendera Pusaka bertugas mengantar dan menjemput bendera duplikat yang dikibarkan/diturunkan.
Pada tahun itu secara resmi anggota PASKIBRAKA adalah para remaja SMTA se-tanah air Indonesia. Setiap propinsi diwakili sepasang remaja.
Dari tahun 1967 sampai tahun 1972 anggota yang terlibat masih dinamakan sebagai anggota “Pengerek Bendera”.
Pada tahun 1973 Bapak Inik Sulaeman melontarkan suatu nama untuk anggota Pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan PASKIBRAKA, PAS dari kata PASUKAN, KIB berasal dari kata KIBAR mengandung pengertian PENGIBAR, RA berasal dari kata BENDERA dan KA berarti PUSAKA. Mulai saat itu singkatan anggota pasukan Pengibar Bendera Pusaka adalah PASKIBRAKA.

Demikian sekilas sejarah paskibraka, untuk pembahasan tentang bendera Pusaka lebih lanjut akan dibahas dalam posting terpisah.
- 0 komentar

Garuda Pancasila

Perisai di dada burung Garuda
Melambangkan pertahan bangsa Indonesia 
Warna merah dan putih pada perisai
Warna merah dan putih melambangkan bendera Indonesia
Garis hitam diagonal pada perisai
 Artinya wilayah kedaulatan Republik Indonesia dilalui garis khatulis tiwa
Lambang Pada Perisai
Merupakan sebuah interpretasi dan lambang dari isi Pancasila
Bintang :  Ketuhanan Yang Maha Esa
Rantai   :  Kemanusiaan Yang adil Dan Beradab
Pohon Beringin  :  Persatuan Indonesia
Kepala Banteng :  Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Permusyawaratan Perwakilan
Padi dan Kapas  :  Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Jumlah bulu pada burung Garuda
 17 – helai bulu pada masing masing sayap, melambangkan tanggal 17
  8  - helai bulu pada ekor artinya melambangkan bulan 8 atau agustus
 45 - helai bulu pada leher burung garuda melambangkan tahun kemerdekaan yaitu tahun 1945
Bhineka Tunggal Ika
Artinya adalah : Berbeda beda tetapi satu jua
Melambangkan dan menegaskan bahwa meski memiliki keberagaman suku bangsa adat budaya dan agama tetapi dengan persatuan dan kesatuan dapat mewujudkan negara Republik Indonesia


- 1 komentar

Lambang Purna Paskibraka Indonesia



Lambang Purna Paskibraka Indonesia adalah setangkai Bunga Teratai yang mulai mekar dan dikelilingi oleh gelang rantai, yang mata rantainya berbetuk bulat dan belah ketupat berjumlah 16 ( enam belas ) mata rantai dan 16 (enam belas) belah ketupat yang melambangkan putra dan putri yang datang dari segala penjuru mata angin untuk bersama-sama belajar menjadi teladan. Bentuknya melingkar melambangkan kesempurnaan.

Teratai adalah bunga yang tumbuh di permukaan air, dimana bila permukaan air naik atau turun bunga teratai tetap diatas permukaan, makna filosofi yang diambil adalah seorang anggota Purna Paskibraka Indonesia harus tetap menjadi teladan bagi lingkungannya dimana ia hidup, diatas maupun ketika dibawah.

Bunga teratai berdaun 3 ( tiga ) helai tumbuh keatas dan 3 ( tiga ) helai mendatar bermakana: :
a. 3 ( tiga ) helai pertama : belajar, bekerja dan berbakti
b. 3 ( tiga ) helai kedua : aktif, disiplin dan gembira

Mata rantai berkaitan melambangkan persaudaraan yang akrab antar sesama generasi muda Indonesia tanpa memandang asal suku, agama, status sosial dan golongan yang akan membentuk jalanan mata rantai persaudaraan sebangsa yang kokoh dan kuat. Sehingga mampu menangkal segala bentuk pengaruh dari luar dan memperkuat Ketahanan Nasional melalui jiwa dan semangat Persatuan dan Kesatuan yang telah tertanam dalam setiap jiwa anggota Purna Paskibraka.
- 0 komentar

Lambang Korps Paskibraka


Untuk mempersatukan korps, untuk Paskibraka Nasional, Propinsi, dan Kabupaten / Kotamadya ditandai oleh lambang korps yang sama, dengan tambahan tanda lokasi terbentuknya pasukan.
Lambang Korps Paskibraka sejak tahun 1973, dengan perisai berwarna hitam dengan garis pinggir dan huruf berwarna kuning : PASUKAN PENGIBAR BENDERA PUSAKA dan TAHUN 19 … (diujung bawah perisai) berisi gambar (dalam bulatan putih) sepasang anggota Paskibraka dilatar belakangi oleh Bendera Merah Putih yang berkibar ditiup angin dan 3 (tiga) garis horizon atau awan.
Makna dari bentuk dan gambar tersebut adalah;
Bentuk perisai bermakna “Siap bela negara” termasuk bangsa dan tanah air Indonesia, warna hitam bermakna teguh dan percaya diri.
Sepasang anggota Paskibraka bermakna bahwa Paskibraka terdiri dari anggota putra dan anggota putri yang dengan keteguhan hati bertekad untuk mengabdi dan berkarya bagi pembangunan Indonesia.
Bendera Merah Putih yang sedang berkibar adalah bendera kebangsaan dan utama Indonesia yang harus dijunjung tinggi seluruh bangsa Indonesia termasuk generasi mudanya, termasuk Paskibraka.
Garis Horizon atau 3 (tiga) garis menunjukan ada Paskibraka di 3 (tiga) tingkat, yaitu Nasional, provinsi, dan Kabupaten / Kotamadya.
Warna kuning berarti kebanggaan, keteladanan dalam hal perilaku dan sikap setiap anggota Paskibraka.